Kamis, 05 November 2015

film indie anak jalanan batam

Bermodal duit hasil ngamen, Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) Kepri memulai produksi film independen alias indie pertamanya: Art of Road.

Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) Batam saat membuat film Art of Road di Batam, baru-baru ini.
Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) Batam saat membuat film Art of Road di Batam, baru-baru ini.
Ruang Redaksi Batam Pos, Graha Pena Batam, Batam Centre, petang kemarin (4/2) sedang sibuk-sibuknya. Tiga lelaki tiba-tiba muncul dari balik pintu, di seberang lift, di lantai II. Yang satu rambutnya gondrong, pakai jaket coklat, celana jins belel. Dia Ridwan, biasa dipanggil Iwan. Satu lagi kelihatan lebih muda, pakai jaket merah, kaos oblong, tas gendong. Dia Andreas.
”Nah, ini Qinoy, nama aslinya Riki Rikarno,” kata Iwan memperkenalkan temannya yang petang itu kelihatan agak rapi dengan kemeja bergaris hijau-hitam dan celana katun, juga warna hitam.
Qinoy adalah sutradara Art of Road, film indie yang sedang mereka garap. Lelaki 27 tahun ini, pernah belajar perfilman. Dia juga yang menularkan ilmu mengambil gambar dengan kamera sederhana, mengatur pencahayaan dan sebagainya, kepada sekumpulan penyanyi jalanan.
Suatu hari, di akhir tahun lalu, Qinoy mengajak komunitas ini membuat film indie. Namanya film independen, tentu saja pakai modal sendiri. Kata Iwan, mereka urunan. Ada yang Rp 35 ribu, ada juga yang Rp 50 ribu. “Yang kami sisihkan itu uang hasil ngamen,” kata lelaki 33 tahun itu sambil mengusap rambutnya.
Bermodal kamera DSLR Canon 550D yang dipinjamkan Taufiqurahman, seniman kompang, mixer untuk mengatur suara dan laptop untuk proses editing, mereka pun  membuat naskah dan langsung memulai produksi perdana. Untuk mendukung pengambilan gambar, Iwan dan kawan-kawan menyiapkan mikrofon, tiang bendera dari bambu, beberapa batang kayu balok dan aluminium foil.
Mikrofon diikatkan di bambu panjang supaya dari kejauhan bisa menjangkau suara dalam adegan syuting (boomer). Sementara, balok-balok kayu mereka jadikan sebagai penopang lampu neon batangan yang bagian atasnya di tutup aluminium foil.
Syuting perdana dimulai awal Januari lalu. Pemainnya, dari kalangan mereka sendiri. Lokasi syuting mengambil latar belakang kawasan pertokoan Batuaji, tempat wisata Jembatang Barelang dan kesibukan di kawasan Simpang Jam.
Karena kameranya cuma satu, setiap adegan harus diulang beberapa kali untuk mendapatkan sudut pengambilan gambar yang berbeda-beda.
“Alhamdulillah dengan peralatan seadanya syuting bisa berjalan,” kata Qinoy diikuti anggukan kepala dari Iwan.
Film Art of Road mengisahkan tentang kehidupan pengamen jalanan di Batam. Mereka menghibur dengan suara dan alat musik demi menafkahi diri sendiri dan keluarga. Hingga suatu ketika, terjadi konflik antara pengamen jalanan yang mengusung alat modern dengan pengamen yang mempertahankan unsur budaya sendiri dalam tiap penampilannya.
“Ada yang memasukkan unsur etnis atau budaya sendiri saat mengamen, ada juga yang tidak peduli sama sekali terhadap kelestarian budaya sendiri,” kata Qinoy.
Untuk mengentalkan unsur seni dalam film ini, komunitas ini menyisipkan unsur budaya lokal, macam tari jogi, makyong hingga kesenian kompang dalam film ini. “Pesan yang disampaikan dalam film, yaitu menjaga dan menunjung kebudayaan sendiri dalam berbagai pentas seni, entah itu mengamen maupun lainnya,” ungkap Qinoy.
Meski naskahnya sudah rampung dan produski sudah jalan lebih 30 persen, namun pembuatan film ini harus terbentur modal. Menurut Iwan, untuk sekali produksi, setidaknya mereka membutuhkan Rp 200 ribu sampai Rp 400 ribu untuk sewa angkutan umum dan konsumsi.
“Kadang kami syuting seharian dan harus mengganti uang setoran angkutan umum itu sehari penuh,” ungkapnya.
Iwan, Qinoy, dan Andreas berharap, film tersebut bisa rampung di tengah keterbatasan pendanaan. Komunitas ini ingin Art of Road bisa diputar di berbagai wilayah di Batam dalam konsep layar tancap supaya bisa dinikmati banyak orang.
“Kami membutuhkan sponsor. Sejauh ini baru Dinas Pariwisata Kota Batam melalui Kadisnya, Yusfa Hendri dan Ketua Dewan Kesenian Batam, Hasan Aspahani memberi dukungan kepada kami,” kata Iwan.
Menurut Iwan, jika rampung, komunitas penyanyi jalan ini bakal mendokumentasikan film berdurasi 90 menit itu ke dalam bentuk VCD/DVD dan disebarkan ke seluruh Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) se-Indonesia. “Kami juga akan mengundang seniman-seniman nasional untuk tampil dalam sebuah panggung besar yang nantinya akan menjadi penutup film ini,” ujarnya. (deden rosanda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar